Jumat, 04 Maret 2011

paradigma kategori guru dan pendekatan supervisi yg digunakan

1. Guru Sebagai Sumber Belajar
Ini adalah paradigma pertama yang harus dirubah menganggap guru sebagai sumber utama belajar, apalagi kalau anggapan ini datang dari guru itu sendiri, sehingga mengganggap dirinya paling super. Ketahuilah, pada era sekarang ini dimana dunia sangat mengglobal diakibatkan hadirnya internet, ilmu bisa dicari dengan mudah tidak dibatasi waktu dan ruang. Sementara masih ada guru kita yang tidak bisa menggunakan internet ini, sedangkan bagi siswa hal ini bukan hal yang luar biasa. Kita bisa bayangkan apa yang terjadi jika siswa sudah menguasai internet , sedangkan gurunya belum. Maka apabila siswa lebih pintar dari pada guru pada saat ini adalah sangat wajar. Oleh sebab itu mindset kita harus kita rubah dari guru sebagai sumber belajar menjadi guru adalah sebagai fasilitator bagi siswa dalam mendapatkan ilmu. Dan yang paling hebat adalah ketika guru mampu memfasilitasi siswa menemukan bakat dan minatnya.

A. Guru Yang memiliki Tingkat Berfikir Abstrak
Tingkat abstraksi atau kemampuan menggunakan nalar sangat penting dalam melaksanakan tugas-tugas keguruan. Harvey, Hunt, joice, dan Glickman (Hamzah B. Uno, 2007:66) melalui berbagai studi menemukan bahwa guru dengan tingkatan kognitifnya tinggi, akan cenderung berfikir abstrak, imaginiatif, kreatif, dan demokratis. Guru seperti ini akan lebih fleksibel dalam melaksanakan tugas, bahkan memiliki hubungan yang baik dengan siswa dan teman sejawatatnya. Guru-guru yang tingkatan nalarnya tinggi dapat melihat berbagai kemungkinan dan mampu mencari berbagai alternatif model mengajar sehingga mereka umumnya konsekuen dan efektif dalam menghadapi siswa . Dengan model kompetensi menggunakan nalar ini guru bisa melihat sesuatu dari berbagai perspektif. Sebaliknya apabila tingkatan nalarnya rendah, guru hanya mampu menemukan salah satu alternatif saja. Akibatnya guru merasa bingung ketika menghadapi masalah-masalah dalam kelas dan tidak mampu berbuat banyak. Oleh karena itu mereka cenderung meminta petunjuk dalam melaksanakan tugasnya. Kompetensi menggunakan nalar dapat dilukiskan sebagai berikut (Gambar 1).










Tinggi

Kuadran III
Pengamat Analisis








Gambar 1. Paradigma Kategori Guru (Hamzah B. Uno, 2007;66)

B. Guru yang Memiliki Tingkat Komitmen
Guru harus mampu mendefinisikan kembali komitmennya sebagai guru. Ini dalam konteks peningkatan mutu peserta didik sebagai sarana peningkatan daya saing. Artinya profesi guru merupakan panggilan jiwa. Ukuran keberhasilan pendidikan bukan pada hasil materialistik atau seperti lulus ujian 100 persen. Yang terpenting, bagaimana guru bisa mengubah anak didik menjadi seperti apa yang dikehendaki sesuai tujuan pendidikan itu. “ Siswa bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, kreatif, berbudi pekerti luhur, dan bangga kepada bangsanya”
Karena itu, kompetensi guru memang masih butuh peningkatan di sana-sini. Misalnya, memotivasi guru atau memberikan kepedulian mengenai pentingnya mendidik anak bukan sekedar dalam kapasitas akademis”. Tapi, yang penting adalah pendidikan akhlak, capacity building, wawasan kedepan tentang cita-cita, memacu kreatifitas dan lainnya. Bagi kemajuan sekolah, manakah yang lebih penting: komitmen guru-guru setelah mengalami perubahan, atau komitmen merekalah yang justru mendorong terjadinya perubahan? Kearah manapun perubahan itu menuju, bisa berhasilmencapai target kalau semua guru komit
Sebab,komit guru pasti akan mendorong rasa percaya diri dan semangat kerja mereka. Komitmen guru akan melancarkan pergerakan sekolah menuju perubahanyang harus merupakan peningkatan baik bersifat fisik mauppun psikologis,sehingga menjadi sesuatu yang menyenangkan bagi semua warga sekolah. D arimana pun memulaimya,pimpinan sekolah mesti lebih dulu fokus pada guru yang menjalankan perubahan,bukan pada fasilitas yang diperolehatau problematika yang dihadapi dengan adanya perubahan itu. Ia tidak perlu cepat-cepat masuk pada konsep-konsep perubahan sebelum memberi perubahan sebelum memberi perhatuan pada cara guru-guru berfikir. Sebab, konsep-konsep yang hebat itu implementasinay akan terpulang pada bagaimana para guru menjalankannya.
Komitmen guru ahrus dibangkitkan oleh pimpinan sekolah yang bisa menyampaikan perubahan-perubahan yang bakal terjadi agar lebih mudah diterima. Untuk itu, diperlukan sesuatu yang kongkret seperti pendekatan visual, diagram, story telling dan sebagainya. Seringkali apa yang dipikirkan oleh pimpinan sekolah adalah apa yang cocok ia jalankan dan bisa ia kuasai, padahal belum tentu semua guru mampu . Oleh karena itu, ungkapan klise yang berbunyi: Bagi guru yang terlambat atau bahkan tidak mau ditarik gerbong perubahan, maka ditinggalkan,adalah suatu kebijakan pimpinana sekolah yang pasti dirasakan menyakitkan.
2. Beberapa Penelitian Tentang Kemampuan Guru
Athur Blumberg (1974) dalam penelitiannya bahwa guru lebih berfikir atau bersifat positif jika pimpinan collaboratif dan non directif. Bila mana Blumberg menemukan bahwa guru senang pada sikap Collaboratif dan non directif maka akan keras pada cara mereka mengajar.
Zains (1977) menanyakan guru-guru mengenai cara-cara member Supervisi mereka, ternyata:
35% Memilih Supervisi Model klinis.
46% Memilih perbaikan Tingkah Laku dan
19% Memilih Mental Healt
Selain itu ada juga yang menolak untuk meneliti hubungan antara gaya mengajar (Teaching Style) dan cara belajar siswa (Student Learning). Broppy (1979) memperhatikan aspek tingkah laku yang dimiliki para siswa seperti achievement, aptitude dan attisudes atau social economic siswa dan hubungannya terhadap pelajaran misalnya: Apakah ada hubungannya antara social ekonomi para siswa dengan hasil belajarnya dan sikap pelajaran yang diberikan oleh para guru.
Ritta dan Kennuch Dunn (1978) malahan melihat dari dalam lagi berbagai variable pengajaran terhadap siswa dikatakan bahwa system belajar mengajar itu mengandung unsur-unsur yang otivasi dan komplek seperti materi pelajaran, lingkungan belajarnya dan pergaulannya terhadap pribadi siswa. Motivasi dan intelegensi serta ciri-ciri jasmani dan psikologis lainnya hampir selama 20 tahun orang-orang sangat menaruh perhatian terhadap gerakan memberi pelajaran dengan memperhatikan perbedaan individu. Dari semua penelitian dikemukakan dua maslah pokok mengenai kemampuan guru yang efektif.
a. Mengenai Kemampuan Berfikir Abstrak pada guru
b. Tingkat Komitmen Guru
Melalui pemandangan-pemandangan yang dikemukakan oleh Maslow Erikson dan Loevinger dapatlah kami mendeteksi suatu kecendrungan perkembangan yang konsisten mulai masa egosentris menuju kepada terjadinya anggota kelompok. Dalam acuan berfikir seperti diatas dapatlah kita melihat perubahan karir khusus para guru. perrkembangan Karir itu atas dasar sebagai berikut:
1. Tahap identifikasi
2. Tahap hierarki
3. Tahap perkembangan individu melalui langkah-langkah tertentu.
Pelopor studi longintudinal terhadap guru francis (1969) menyarankan agar kelebihan waktu guru-guru lebih banyak dialihkan untuk memperhatikan tugas dan profesinya. Disamping itu perlu dipelajari kepribadian guru. Apabila kita menghendaki pelaksanaan kurikulum disekolah dengan baik fuller (1969) menemukan bahwa para calon guru sangat prihatin dengan kelangsungan hidup mereka. Ulasan selanjutnya adalah seandainya para calon guru sangat prihatin dengan kelangsungan hidup mereka, Ulasan selanjutnya adalah seandainya para guru itu punya kepastian terhadap jabatan guru itu dan mereka tidak akan ragu-ragu terhadap jabatannya, maka pastilah mereka akan mengusahakan memperbaiki situasi belajar-mengajar.